Pajak kripto telah menjadi topik yang semakin menarik perhatian masyarakat, terutama bagi para pengguna dan investor aset digital. Di Indonesia, regulasi mengenai pajak kripto terus berkembang seiring dengan pertumbuhan ekosistem mata uang kripto. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap tentang bagaimana pajak kripto dikenakan di Indonesia, termasuk tarifnya, contoh perhitungan, dan peraturan terkini.
Apa Itu Cryptocurrency?
Cryptocurrency atau mata uang kripto adalah aset digital yang menggunakan teknologi blockchain sebagai sistem pencatatannya. Berbeda dengan uang konvensional yang dicetak oleh bank sentral, cryptocurrency tidak memiliki bentuk fisik dan beroperasi secara terdesentralisasi melalui internet. Karakteristik utamanya adalah fluktuatif karena nilainya bergantung pada pasar global. Transaksi dilakukan melalui sistem peer-to-peer tanpa perantara.
Sejarah cryptocurrency dimulai dari tahun 1983 ketika David Chaum menciptakan alat kriptografi elektronik anonim. Selanjutnya, pada tahun 2009, Satoshi Nakamoto menciptakan Bitcoin sebagai bukti skema kerja menggunakan fungsi SHA-256. Sejak saat itu, banyak jenis cryptocurrency bermunculan, seperti Ethereum, Cardano, dan Binance Coin.
Perlakuan Kripto di Indonesia
Di Indonesia, mata uang kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang menyatakan bahwa alat pembayaran yang sah adalah rupiah. Namun, cryptocurrency diakui sebagai komoditas. Artinya, uang digital ini dianggap sebagai aset investasi.
Transaksi kripto hanya boleh dilakukan melalui platform yang terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Ini diatur dalam Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020. Bank Indonesia juga melarang penggunaan kripto sebagai alat pembayaran melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/40/PBI/2016.
Regulasi Pajak Kripto di Indonesia
Regulasi pajak kripto di Indonesia terus berkembang. Awalnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68/2022 yang mulai berlaku pada Mei 2022. Dalam aturan tersebut, PPN dikenakan sebesar 0,11% dari nilai transaksi, sedangkan PPh Final sebesar 0,2%. Namun, aturan ini menuai kritik karena dianggap memberatkan.
Pada akhirnya, pemerintah merevisi kebijakan ini melalui PMK No. 50 Tahun 2025 yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Aturan baru ini menghapus PPN untuk transaksi kripto dan menyesuaikan tarif PPh Final Pasal 22 kripto. Tarif pajak kripto berbeda-beda tergantung jenis aktivitasnya:
- Transaksi di exchanger terdaftar: 0,1%
- Transaksi di exchanger tidak terdaftar: 0,2%
- Pendapatan dari mining: 2,5%
Contoh Perhitungan Pajak Kripto
Berikut beberapa contoh perhitungan pajak kripto berdasarkan PMK 50/2025:
Contoh 1: Jual beli di exchanger resmi
Tuan A menjual kripto senilai Rp150 juta di platform yang terdaftar. Maka, penjualan tersebut akan dipotong PPh 22 sebesar:
Pajak yang dipotong: 0,1% x Rp150.000.000 = Rp150.000
Contoh 2: Transaksi di platform luar negeri
Tuan B melakukan transaksi senilai Rp80 juta di exchange luar negeri. Maka, kewajiban pajaknya sebagai berikut:
PPh Final: 0,2% x Rp80.000.000 = Rp160.000
Wajib lapor dan setor sendiri pajaknya ke DJP.
Contoh 3: Penghasilan dari mining
Penambang Tuan C menerima pemasukan Rp50 juta dalam sebulan dari hasil mining. Maka, berikut pengenaan pajaknya:
Pajak: 2,5% x Rp50.000.000 = Rp1.250.000
Subjek Pajak Kripto
Subjek pajak kripto atau yang dikenakan pajak penghasilan atau PPh kripto adalah:
- Penjual aset kripto
- Penyelenggara PMSE
- Penambang Aset Kripto (miner)
Prospek Aset Kripto di Indonesia
Prospek aset kripto di masa kini dan mendatang, sejatinya memiliki harapan untuk tumbuh dan berkembang. Setiap negara, termasuk Indonesia, berusaha untuk merumuskan peta jalan serta regulasi yang tepat dalam menangkap sebanyak-banyaknya manfaat dan peluang ekosistem untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Faktanya, data dari Siaran Pers KSSK Nomor 03/KSSK/Pers/2025 menunjukkan jumlah konsumen pedagang aset kripto Indonesia meningkat, yaitu mencapai 15,85 juta konsumen pada Juni 2025. Nilai transaksi aset kripto selama Juni 2025 tercatat sebesar Rp32,31 triliun.
Kesimpulan
Skema pajak kripto di Indonesia terbaru diatur dengan PMK 50 Tahun 2025. Beleid ini menjadi dasar hukum penghapusan PPN transaksi kripto. Dengan demikian, transaksi kripto hanya dikenakan PPH Final atau PPh Pasal 22 dengan tarif yang berbeda tergantung jenis transaksinya. Untuk Anda yang aktif di dunia kripto, penting memahami dan menerapkan ketentuan perpajakan agar investasi tetap legal dan aman dalam jangka panjang.